[JAN’s OST] #2nd Week (A) – Let Me Wake Up

image1-8

LET ME WAKE UP

©2017 — thehunlulu

[BOYS24’s] Choi Jaehyun — Psychology, Dark, Tragedy, AU!/Ficlet/PG-17

See Also: Gxchoxpie’s ; ninegust’s

1st Week (A) | 1st Week (B)

“Please let me wake up.” —Stay With Me by Chanyeol & Punch (Goblin OST)


Jaehyun tahu, cepat atau lambat semua orang pada akhirnya akan mengetahui seluruh tindak-tanduknya.

Tidak. Pemuda beriris kelabu itu sedang tidak ingin membidik seseorang yang tak memiliki seluk-beluk hubungan dengan tabiatnya. Maka sebelum sebilah lempengan perak yang berkilau itu menjadi sumber marabahaya, biarkan Jaehyun menciptakan fantasinya sendiri; melumuri benda tersebut dengan darah saudari kembarnya; Lyana.

Beberapa pencahayaan remang berupa lilin antik bertengger pada dinding yang tampak rapuh akibat usang termakan waktu. Penempatannya sudah Jaehyun atur sedemikian rupa; berjajar melintasi seisi ruangan berbentuk persegi tersebut, dengan memperkirakan setidaknya tidak ada orang yang dapat melihat seluruh aktivitasnya lewat ventilasi rendah yang sengaja ia buka lebar-lebar.

Karena, bukan tidak mungkin jika ada seseorang yang menerobos pekatnya kabut di tengah hutan. Kalaupun iya, dengan mantap Jaehyun tidak akan menemui orang tersebut dan berkata bahwa ia tersesat. Semenjak tragedi pesawat yang ditumpanginya jatuh di tengah hutan, Jaehyun tidak memiliki inisiatif untuk pulang. Bahkan pemuda itu lebih memilih untuk lari menjauhi puing-puing pesawat, kemudian berdiam diri di sebuah rumah terbengkalai bersama Lyana.

Setidaknya, hidup sebatang kara tanpa terlacak radar selama dua minggu tak membuatnya teratih-atih untuk mencari pertolongan.

Ya, sebatang kara.

Beberapa jemang sang pemuda tampak menimbang, mengulur setiap detik demi detik agar terbuang sia-sia. Tumitnya berjingkat, sementara tangannya terulur untuk meraih satu buah toples kaca di atas rak. Entahlah, ingatan Jaehyun kian tumpul belakangan ini. Dirinya tidak terlalu ingat dari mana ia mendapatkan toples tersebut, karena yang Jaehyun ingat hanyalah sebilah pisau yang sengaja disimpannya di dalam kabin pesawat.

Tawa Jaehyun tumpah ruah. Garis wajahnya tegas, disertai kantung berwarna gelap yang tercetak jelas di bawah matanya. Kurang tidur menjadi satu-satunya alasan Jaehyun demi membereskan segala urusannya.

Seorang Choi Jaehyun … dilanda depresi tanpa alasan yang jelas.

Ditatapnya lamat-lamat toples kaca yang berada di tangannya. “Biarkan … biarkan aku menyembunyikanmu, Lyana ….”

Di dalamnya, abu yang menghitam sudah mengisi tiga perempat toples. Jaehyun bersorak lirih, napasnya menyahut ketika jemarinya membuka tutup toples tersebut.

“Sebentar lagi kau akan menghilang, dan keluarga kita tidak akan menangisi kepergianmu lagi. Percayalah … aku berniat untuk membebaskan beban dan ingatan mereka tentang dirimu ….”

Di atasnya, lilin-lilin berwarna jingga berkedip karena embusan angin. Jaehyun melanjutkan, “Maaf karena aku egois.” Punggungnya menempel pada dinding lalu merosot. “Egois karena membiarkanmu mati kelaparan ….”

Atensinya masih terkunci oleh abu Lyana. Jemarinya merogoh ke dalam, mengambil serbuk tersebut lalu menaburkannya ke udara. “Lebih tepatnya … mati di tangan saudara kembarmu sendiri.”

Sejurus kemudian Jaehyun mengukir seringaian tipis. Bola matanya beralih menatap sebilah pisau yang tergeletak tak jauh dari tempatnya. Seketika bulu kuduknya meremang. Tidak bisa ditahan luapan bahagia yang bersarang memenuhi dadanya, selagi tubuh Jaehyun merangkak guna mengambil benda tersebut.

DUK!

Tumbukan belati beradu dengan lantai kayu, memotong tulang pipi dari seonggok kepala Lyana yang menggelinding dari atas rak; satu-satunya raga saudari kembarnya yang dapat dilihat secara kasat mata.

Sementara darah segar mengaliri jemarinya, Jaehyun meringis disertai tawa yang menguar tanpa ampun. Ia memakan mentah-mentah daging Lyana hingga bibir tipisnya berlumuran darah.

Sekon berikutnya tanpa memberi jeda, pemuda bergaris Choi itu memosisikan toples kacanya di samping kepala Lyana yang menampilkan raut damai, sangat damai.

“Akh ….” Jaehyun mengerang.

Ujung belatinya berhasil menyayat pergelangan tangan kiri si pemuda yang kian pucat dan membiru. Tubuhnya mengejang sekilas dikarenakan deru angin yang menelusup luka sobeknya. Kemudian dengan lihai ia mengambil abu Lyana dari dalam toples lantas memasukkan ke dalam kulitnya.

Kini tubuh Jaehyun berangsur-angsur melemah. Kepalanya menindih percikan darahnya sendiri di atas lantai. Pemuda itu terkapar tidak berdaya.

Hari demi hari silih berganti hingga dua pekan terlewati, setidaknya Jaehyun berhasil menimbun sebongkah kepuasan yang tak mampu ia ulang kembali. Pasalnya, berbagai cara telah dilewatinya agar sosok Lyana hilang dari kehidupan Jaehyun; membakar habis tubuh mungil saudari kembarnya hingga menjadi abu.

“Lyana … biarkan aku terjaga sampai esok hari dan mengatakan pada siapapun bahwa kau aman bersamaku di sini ….”

Tubuh ringkih Jaehyun bergetar, ia dapat merasakan denyut nadinya yang kian melemah. Tangan kirinya mengepal sementara tangan yang satunya meremas erat luka sayat pada pergelangan tangannya.

“Bukankah … bukankah sepatutnya kita mati bersama-sama setelah dua puluh satu tahun lalu kita lahir secara bersamaan pula?”


-fin.

Tolong … sudah berapa abad saya tidak menyuguhkan fic kripi seperti ini yha? :’) Tobat pokoknya abis ini tobat—tapi bohong. Sumpah ini gaada faedahnya sama sekali HAHA APAAN SIH CHOIJAE DEBUT FIC UDAH MAIN KANIBAL-KANIBALAN SEGALA.

Pokoknya salahin aja kakji yang pagi-pagi udah ngirim gif isinya piso berlumuran darah di twitter. MAKASIH LHO! SALAM SEJAHTERA!

8 thoughts on “[JAN’s OST] #2nd Week (A) – Let Me Wake Up

Leave a comment